Tuesday, 1 March 2011

Tanggung Jawab Seorang Ayah

5. Manusia dan Tanggung Jawab

Suatu ketika, ada seorang anak perempuan memandang ayahnya yang sedang duduk di beranda. Sang ayah tengah mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut. Badannya terbungkuk-bungkuk, sedangkan suara terbatuk-batuk.
Si anak lalu bertanya pada ayahnya, “Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk ?”
Ayahnya menjawab, “Sebab aku laki-laki.” Anak wanita itu lalu bergumam, “Aku tidak mengerti, Ayah.” Si anak keningnya berkerut, tercenung karena jawaban ayahnya.
Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut sang anak sambil menepuk-nepuk bahunya. Kemudian sang ayah berkata, “Anakku, kamu memang belum mengerti tentang laki-laki.” Demikian bisik Ayahnya, yang membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian si anak menghampiri ibunya. Dia bertanya kepada Ibunya : “Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian membungkuk ? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?”
Ibunya menjawab, “Anakku, jika seorang laki-laki itu benar-benar bertanggung-jawab terhadap keluarganya, memang akan demikian.” Hanya itu jawaban sang ibu.
Tahun demi tahun berlalu, si anak wanita kemudian tumbuh dewasa. Tetapi dia tetap saja penasaran, mengapa wajah Ayahnya yang tadinya tampan menjadi kerut-merut dan badannya menjadi bungkuk.
Hingga pada suatu malam, si anak bermimpi. Di dalam impian itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Suara tersebut ternyata adalah jawaban dari rasa kepenasarannya selama ini.
“Saat Ku-ciptakan laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga. Dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindungi.”
“Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya.”
“Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetes keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya.”
“Ku-berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah. Demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya.”
“Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun di setiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya.”
“Ku-berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, di dalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat anak-anaknya tertidur lelap. Sentuhan perasaannya itu juga yang memberikannya kenyamanan saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan mengasihi sesama saudaranya.”
             “Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahwa laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga sakinah dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa 

Sumber :  http://blog.beswandjarum.com/agniasri/2009/05/29/tanggung-jawab-seorang-ayah-2/

No comments:

Post a Comment