Ujian Nasional (UN) merupakan istilah bagi penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Biasanya istilah ini digunakan bagi jenjang SMP dan SMA sederajat, sedangkan bagi peserta didik dalam jenjang SD sederajat digunakan istilah Ujian Akhir sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Hal ini merupakan amanat dari dari peraturan pemerintah no.19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Menghadapi Ujian Nasional (UN) merupakan saat yang merisaukan banyak pihak. Pada saat itu, hasil belajar anak selama 3 tahun ditentukan kelulusannya. Dengan menggunakan instrumen soal yang mengukur penguasaan konsep, anak harus mencapai nilai minimal pada setiap mata pelajaran untuk memastikan lulus dengan aman. UN boleh dikatakan sebagai saat yang paling menegangkan bukan saja bagi anak, tetapi juga bagi Guru, sekolah dan orang tua. Sesungguhnya UN bukan saja ujian bagi kemampuan penguasaan materi pelajaran bagi anak, tetapi bagi Guru juga merupakan ujian bagi proses pembelajaran yang diciptakan bagi anak.
Bagi sekolah, UN merupakan ujian bagi kebijakan, strategi dan pendekatan yang diterapkan dalam pembinaan anak . Bagi orang tua, UN merupakan ujian bagi bibit yang diturunkan sekaligus kepercayaan diri dalam hubungan sosial di masyarakat. Banyak upaya yang dilakukan oleh sekolah, orang tua dan siswa sendiri dalam memantapkan kesiapan menghadapi UN. Beberapa Sekolah menambahkan jam belajar regular bagi mata pelajaran yang di-UN-kan dengan mengambil jam pelajaran praktik, memberikan les tambahan pada sore hari dan hari sabtu, bimbingan tes, kerja sama dengan bimbingan belajar, dan lain-lain.
Bahkan, orang tua menambahkan lagi dengan les privat di rumah, sementara siswa menambah jam belajar kelompok dan internet. Semuanya demi meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri menghadapi Ujian. Celakanya, jika kegiatan tersebut tidak diimbangi dengan refresing bisa menyebabkan anak jadi stres dan depresi. Guru pengampu mata pelajaran yang di-UN-kan merasa paling berdosa ketika siswa yang diajarnya banyak yang tidak lulus dalam menempuh UN. Ia merasa bahwa UN menjadi beban berat bagi dirinya karena ia merasa bahwa keberhasilan anak dalam UN menjadi tanggung jawabnya. Jika anak banyak yang gagal menempuh UN, ia merasa mendapatkan cap negatif dari berbagai pihak yang mengena pada dirinya. Namun, sebaliknya jika siswanya banyak yang lulus menempuh UN, ia merasa bangga dan merasa berhasil dalam mendidik anak-anaknya. Karena itu, dengan berbagai cara guru berusaha membekali anak agar mereka dapat lulus UN.
Kekhawatiran dan kegelisahan guru akan kegagalan siswanya dalam menempuh UN sering menghantui para guru dalam menjalankan prinsip pembelajaran yang memenuhi standar proses sebagaimana yang dituntut oleh kurikulum. Ketika mendekati saat-saat UN, proses pembelajaran mengalami perubahan dari prinsip penyajian materi yang mengarah pada pencapaian kompetensi dasar minimal yang dituntut oleh kurikulum ke arah pelatihan menjawab soal-soal ujian. Guru sering memamp faatkan materi pembelajarannya pada awal-awal semester dengan alasan agar sisa waktu yang ada dapat dimanfaatkan untuk membekali siswa tentang strategi menjawab soal tes. Sekumpulan butir soal UN yang telah lalu diberikan kepada siswa dan siswa ditugasi menjawab butir demi butir soal-soal itu. Mengapa cara demikian yang ditempuh oleh guru? Jawabannya adalah guru khawatir jangan-jangan siswanya tidak siap menghadapi UN dan banyak yang gagal dalam menempuh UN.
Kekhawatiran tersebut mestinya tidak perlu terjadi jika guru yakin bahwa pembelajaran yang telah dilakukannya adalah yang terbaik dan telah diupayakan dengan sungguh-sungguh sehingga setiap butir kompetensi yang diprogramkan tercapai secara tuntas. Siswa yang telah mencapai kompetensi dasar secara tuntas akan dapat menjawab persoalan yang berkaitan dengan kompetensinya. Kekhawatiran dan kegelisahan guru akan kegagalan siswa merupakan sikap yang baik dari para guru karena kecintaan dan rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Namun, kekhawatiran itu seharusnya tidak sampai meninggalkan atau mengubah prinsip pembelajaran yang berorientasi pada capaian kompetensi ke arah pembelajaran yang berorientasi pada capaian kemampuan teknis dalam menjawab soal-soal UN.
Untuk menghilangkan kekhawatiran dan kegelisaahan tersebut, ada beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh guru, yakni : a) yakinlah bahwa kegiatan belajar yang telah dilakukan telah memberikan bekal kepada para siswa untuk menghadapi perihal baru yang setara, b) percayalah bahwa siswa juga memiliki keinginan untuk sukses dalam ujian dan selalu berusaha untuk mencapai kesuksesan itu, c) tanamkan pada perasaan diri sendiri bahwa kesuksesan dan kegagalaan siswa dalam UN ditentukan oleh banyak variabel, bukan hanya guru satu-satunya penentunya, d) dorong dan berilah motivasi kepada para siswa untuk lebih meningkatkan bekal kemampuannya dalam menghadapi UN dengan sebaik-baiknya, dan e) berilah latihan-latihan yang mempertajam dan memperluas kompetensi dasar siswa. Jadi kekhawatiran dan kegelisaahan guru akan sirna ketika siswanya berhasil dan sukses di dalam menghadapi UN.
Jadi kesuksesan dalam menghadapi ujian nasional adalah bukan dengan jalan pintas, namun dengan kejujuran dan kerja keras yaitu belajar, belajar dan belajar. Jika tidak dimulai dari dini hari, kapan kita akan bangkit dan menjadi lebih baik. Semoga di dalam pelaksanaan ujian nasional pada tahun plajaran 2010/2011 berjalan dengan baik. Akhir kata penulis ingin mengucapkan kepada siswa siswi, orang tua yang anaknya akan menghadapi ujian akhir nasional atau guru-guru pembimbing, “sukses menempuh ujian akhir nasional
Sumber : http://www.parepos.co.id/read/35854/51/kekhawatiran-dan-kegelisahan-guru-pada-ujian-nasional
No comments:
Post a Comment